SUMPAH PEMUDA BUKAN SUMPAH SERAPAH




28 Oktober 1928 adalah tanggal dimana titik balik sekumpulan pemuda mencetuskan ikrar janji akan adanya bangsa Indonesia dalam Konggres Pemuda Kedua di Batavia (Jakarta). Dengan tiga butir sumpah yang mengedepankan bertanah air, berbangsa dan berbahasa satu yaitu Indonesia menjadikan gejolak dan penyemangat bagi para generasi muda dimasa itu.
Kini 88 tahun berlalu sejak munculnya ikrar tersebut, harusnya menjadi penyemangat bagi generasi muda diera ini. Meneruskan perjuangan masa lalu adalah sebuah perwujudan mempertahankan NKRI. Jika dulu mempertahankan NKRI dengan cara mengangkat senjata, maka pastinya di zaman milenium perlu kita isi dengan nilai-nilai positif, kreatif dan inovatif. Bukan dengan cara menciptakan konflik antar suku, ras, golongan ataupun hanya demi kepentingan pribadi.

Bangsa Indonesia terlahir dari sebuah tekat kuat dari para leluhur yang digawangi oleh  generasi muda dimasa itu. Mereka membuat pondasi untuk bangsa ini bukan dengan modal uang, melainkan dengan tetesan darah dan keringat serta airmata. Sudah sepantasnya jika kita melanjutkan perjuangan mereka, dengan cara menjadi generasi muda yang handal dalam ilmu pengetahuan dan dapat turut serta membangun peradapan yang lebih maju dan berkembang.
Jika saat ini Indonesia sedang dilanda isu krisis ekonomi dan lemahnya sistem pendidikan serta korupsi yang membanjiri instansi pemerintahan di Negeri ini maka sudah sepatutnya kita sebagai generasi muda yang sadar akan hal tersebut untuk turut serta memperbaikinya. Indonesia memiliki sumberdaya alam yang tak ternilai jumlahnya dan seharusnya dapat mensejahtrakan rakyatnya. Mulai dari hasil minyak bumi, hasil sumberdaya hayati dan hasil sumberdaya hewani, itu semua sudahlah cukup. Papua yang memiliki sebutan “mutiara hitam” dari sejak Indonesia merdeka, barulah kali ini mereka merasakan harga BBM murah atau setara dengan di wilayah pulau Jawa. Ini menandakan bahwa kita sudah tidak memiliki masalah isu ekonomi. Tinggal kedepannya apakah bangsa ini akan tetap dimiliki oleh orang-orang baik?

Ini menjadi tugas besar bagi para pendidik, untuk memberikan pembelajaran yang baik bagi generasi berikutnya. Bila diambil garis bawah dan kita pertebal, maka pendidik hanya akan bertumpu pada seseorang yang memiliki profesi sebagai guru, ustadz dan kyai. Padahal secara umum, pendidik adalah kita semua yang berada dilingkungan kehidupan. Hal itu terbukti dengan adanya pola tiru meniru yang dilakukan oleh orang satu dan diikuti oleh orang lain.

Dengan kata lain,bahwa kita haruslah berbuat baik kepada siapapun dan dalam keadaan apapun. Contoh kecil, jika satu orang dapat melakukan kebaikan satu kali dalam sehari, dan kebaikan tersebut dapat di implementasikan untuk berbuat baik lagi kepada yang lainnya, mungkin saja kita tidak akan pernah mendengar adanya masalah-masalah baru di Negeri ini. Masalah pendidikan yang selama ini diributkan juga tidak akan muncul. Sistem pendidikan kita sudahlah canggih mulai dari sistem yang diciptakan oleh para Kyai melaui Pesantren, Ki Hajar Dewantara dengan Sistem Among dan bebrapa sistem yang di bangun oleh para cedekiawan dan pendidik lain yang kurang saya ketahui.

Bila saja kita mau sedikit saling memberikan dan saling menerima koreksi dari manapun, sudah pasti tidak akan pernah ada istilah sistem pendidikan yang salah di Negeri ini. Kita tengok pendidikan diluar non formal (Bimbingan Belajar) yang kian menjamur. Apakah ini bagian dari politisasi pendidikan yang muaranya hanya sebagai sumber pendapatan pribadi? Padahal sekolah adalah tempat mencari ilmu yang jelas legalitasnya. Atau ini hanyalah sebuah kritik pedas bagi dunia pendidikan kita, bahwa sekolah serang tak memiliki taji dalam mencerdaskan kehidupan bangsa? Jelas saja ini semua perlu kita urai bersama.

Fasilitas pendidikan yang kian memadai, tunjangan pendidik yang kian meningkat seolah tak mampu menyihir para siswa untuk menjadi Herry Potter ataupun menciptakan Albert Einstetion generasi kedua. Apakah ini kurang selektifnya dalam memilih para pendidik atau kurang ikhlas seorang pendidik mengajarkan ilmu kepada para peserta didik? Coba kita cari tahu dan kita renungkan bersama untuk membangun peradapan generasi muda yang lebih berkwalitas pada momen hari Sumpah Pemuda yang ke 88 ini.

Isu terakhir yang begitu menjadi sorotan dunia, yaitu kasus korupsi. Bangsa yang besar dan Negeri yang hebat adalah Bangsa dan Negeri yang terbebas dari yang namanya KORUPSI. Tapi rasanya kata KORUPSI masih menjadi bayangan hitam untuk kemajuan Indonesia, terbukti banyak para birokrat dan politisi Negeri ini satu persatu tertangkap oleh KPK. Lantas bagaimana kita menghilangkan KORUPSI dari Negeri ini? Jawabannya sudah pasti ada pada diri kita masing-masing.

KORUPSI muncul karena adanya rasa ingin memiliki lebih dan merasa kurang (serakah). Bisa pula korupsi muncul karena rasa iri. Setidaknya jika kita belajar dari orang baik, dan hidup dilingkungan yang baik maka akan terlahir orang baik dengan perilaku baik. Tuhan menciptakan manusia dengan segala kebaikan, itu sudah dapat menjadi bukti bahwa kita dapat berbuat baik.

Tindak korupsi yang terjadi di Negeri ini lebih banyak karena faktor kebutuhan dan faktor rasa ingin memiliki lebih. Itu sebabnya kita semua yang harus bertanggung jawab atas segala kesalahan yang telah terjadi di Negeri ini. Sebab kita juga masuk dalam sistem pendidikan yang harusnya dapat kita jaga agar dapat tercipta generasi muda yang baik dan lebih baik lagi.

Sumpah Pemuda sudah pasti akan menjadi sejarah yang tak dapat kita lupakan begitu saja dan kita hilangkan dengan mudahnya.

“Kami Putra Putri Indonesia Mengaku Bertumpah Yang Darah Satu, Tanah Air Indonesia. Kami Putra Putri Indonesia Mengaku Berbangsa Yang Satu, Bangsa Indonesia. Kami Putra Putri Indonesia Menjunjung Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia.” 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Konsep Brayan Urip

Gemerlap Batu Akik Sampai Di Pekalongan