Peringatan Peristiwa 3 Okteber 1945, Kembali Digelar Oleh Pemkot Pekalongan



Peristiwa pertempuran 3 Oktober 1945 di Kota Pekalongan menjadi salah satu peristiwa besar bagi sejarah Indonesia. Untuk mengenang peristiwa tersebut tahun ini, kembali diperingati di Monumen Perjuangan Rakyat Pekalongan (Monumen Juang), Jalan Pemuda, Sabtu (3/10) malam. Pastinya peringatan di tahun ini akan makin semarak karena banyak simpatisan yang siap meramaikannya.

Sebanyak 200 orang siap menggelar aksi teatrikal, atau peragaan yang menggambarkan peristiwa pertempuran 3 Oktober. Mereka terdiri dari personel TNI dari Kodim 0170/Pekalongan, Polres Pekalongan Kota, Brimob Den B Pelopor, Kesbanglinmas, Menwa STAIN dan Unikal, pelajar SMKN 3 Pekalongan, PMI Kota Pekalongan, Dewan Kesenian Kota Pekalongan dan Sanggar Oemah Budaya.

Untuk mempersiapkan acara yang dijadwalkan pada Sabtu (3/10) lalu, melibatkan ratusan personel yang sejak tiga hari sebelum pelaksanaan telah rutin menggelar latihan di Monumen Juang. Bahkan, geladi bersih peragaan pertempuran 3 Oktober 1945 dilaksanakan pada Kamis (1/10) pagi hingga tengah hari.

Kapten Inf Sidik Susana (Koordinator Peragaan Peristiwa Pertempuran 3 Oktober 1945/Danramil 02/Pekalongan Barat) menuturkan, aksi teatrikal ini akan menggambarkan dimana perjuangan rakyat Kota Pekalongan dalam mengusir penjajah Jepang dari Kota Pekalongan kala itu.

“Peringatan peristiwa pertempuran 3 Oktober ini diawali dengan upacara, dilanjutkan dengan aksi teatrikal antara lain oleh ratusan pelajar, pemuda, dan anggota TNI Polri,” tuturnya.

Sutradara peragaan pertempuran 3 Oktober, Sidik An Naja, menyampaikan bahwa aksi teatrikal pada Sabtu malam berlangsung sekitar 15 sampai 20 menit. Para pelajar bersama anggota TNI, Brimob, PMI, dan semua personel yang terlibat, akan tampil maksimal dalam peragaan itu.

Menurut Sidik, aksi teatrikal peringatan peristiwa pertempuran 3 Oktober sudah sering di gelar tiap tahunnya, namun kali ini sedikit berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Yakni, sedikit digambarkan pula kondisi Kota Pekalongan dari sebelum Proklamasi Kemerdekaan RI.

“Jadi, akan kita gambarkan Kota Pekalongan dari sebelum Proklamasi, saat Proklamasi, sampai setelah Proklamasi. Puncaknya adalah pada peristiwa 3 Oktober 1945. Bagaimana suka citanya warga Pekalongan mendengar informasi Indonesia merdeka, sampai peristiwa pertempuran 3 Oktober 1945, ini kita balut dengan aksi teatrikal,” tandasnya.

Dia mengungkapkan, rangkaian aksi teatrikal antara lain menceritakan tersebarnya berita bahwa Indonesia telah merdeka, ditandai dengan pembacaan teks Proklamasi oleh Soekarno-Hatta. “Meski kabar kemerdekaan melalui radio telah diblok oleh Tentara Jepang, namun akhirnya berita kemerdekaan ini didengar oleh masyarakat melalui siaran radio di pelosok. Lalu ada kurir yang mengabarkan ke rakyat Pekalongan bahwa Indonesia sudah merdeka. Akhirnya kabar ini menyebar ke segala penjuru,” ungkapnya.
Mendengar kabar menggembirakan itu, rakyat Pekalongan bersuka cita. Mereka ingin mengusir Jepang dari bumi Pekalongan. Perundingan dengan Jepang pun digelar. Dari yang semula perundingan dijadwalkan pada 1 Oktober 1945, oleh Jepang diundur menjadi 3 Oktober tanpa alasan yang jelas.

Perundingan digelar di markas Kenpetai (sekarang berubah menjadi Masjid Syuhada). Salah satu isi tuntutan dalam perundingan itu antara lain meminta agar Jepang segera menyerahkan kekuasaannya di Kota Pekalongan kepada rakyat Pekalongan. Namun Jepang menolak permintaan ini.

Sementara, rakyat ketika itu bersiap mengepung markas Kenpetai dengan menggenggam bambu runcing dan sejata tradisional lainnya. Rakyat yang tak sabar dengan sikap Jepang akhirnya mulai memanas. Kemudian, ada tiga pemuda, yakni Mumpuni, Rahayu dan Bismo, dengan gagah berani menurunkan bendera Jepang dan menggantinya dengan bendera merah putih.

Mereka langsung diberondong oleh tentara Jepang. Pertempuran antara pasukan Jepang dengan rakyat Pekalongan pun tak terhindarkan. Banyak pejuang yang gugur maupun luka dalam pertempuran 3 Oktober 1945 ini. “Sampai akhirnya, Jepang angkat kaki dari Kota Pekalongan,” jelas Sidik.

Tercatat korban meninggal di pihak rakyat ada 37 orang dan luka berat yang berakibat cacat ada 12 orang. 3 Oktober 1945 pemuda Rahayu dan Bismo mengantarkan kemerdekaan rakyat Pekalongan dengan darah dan nyawanya.

Usai peragaan teatrikal dengan suara hening mengalun himne lagu syukur yang di tandai menyalanya semua lampu peneranga setelah sebelumnya sempat dimatikan selama peragaan teatrikal.

Disisi lain, dalam amanatnya Pejabat Pelaksana Walikota Pekalongan, Prijo Anggoro selaku inspektur upacara mengatakan, 70 tahun yang lalu sejarah Pekalongan telah membuktikan bahwa perlawanan rakyat Pekalongan dalam mengusir tentara pendudukan Jepang telah menghasilkan kemerdekaan dan kemenangan yang dilandasi dengan semangat berkorban dan semangat persatuan.

"Kami bangga dengan rakyat Pekalongan, Kami bangga dengan sejarahnya, kami disini bangga dengan rasa persatuanya. Dengan nafas yang sama dengan latar belakang yang berbeda tapi tetap satu. Satu untuk Pekalongan dan Satu untuk Indonesia," ucap Prijo dalam sambutanya.

Hadir dalam kesempatan upacara peringatan peristiwa pertempuran 3 Oktober 1945 tersebut, Dandim 0710/Pekalongan, Kapolres Pekalongan, Ketua LVRI Pekalongan, Ketua DPRD Kota Pekalongan, Kajari Pekalongan, para veteran dan ahli warisnya serta jajaran SKPD Kota Pekalongan.

Nampak juga ratusan masyarakat Kota Pekalongan dan sekitarnya untuk melihat langsung jalannya upacara dan sedikit melihat simulasi nuasan mencekam seperti yang terjadi 70 tahun yang lalu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Konsep Brayan Urip

Gemerlap Batu Akik Sampai Di Pekalongan